NAWABINTANG.COM/PAMEKASAN – Pimpinan Ranting Gerakan Pemuda PR GP Ansor Branta pesisir, menggelar kajian prihal Sejarah Kekerasan dalam Islam, di Dusun Tengah I, Desa Branta Pesisir, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Madura. Selasa Malam (23/03/2021).
Turut hadir dalam kegiatan ini, sejumlah Jajaran Pengurus PAC. GP. Ansor Tlanakan dan sejumlah pengurus Ranting Ansor di wilayah Kecamatan Tlanakan, yaitu PR. Ansor Ambat, PR. Ansor Mangar, PR. Ansor Larangan Tokol dan PR. Ansor Gugul.
Sebagai pemantik kajian, Royyan Julian, yang merupakan Sastrawan, Penulis dan Dosen Sastra Indonesia Universitas Madura (UNIRA) yang juga merupakan mantan Ketua PR. GP. Ansor Branta Pesisir 2 Priode.
Royyan Julian, mengatakan, semenanjung Arabia abad ke-7 dengan istilah “jahiliyah” (Zaman Kebodohan). Namun, arti jahiliyah lebih dari itu. Jahiliyah adalah masa ketiadaan moral dan lunturnya etika sosial meskipun Arabia pada saat itu mengalami kemajuan ekonomi yang spektakuler karena perniagaan. Misi kenabian Muhammad Saw yaitu memperbaiki moral masyarakat Arab yang saat itu penuh kekerasan dan ketidakpedulian kepada sesama.
“Dalam sejarah Islam, persoalan kekerasan terus bergulir, berjalin kelainan, tidak hanya pertikaian antara ummah (Komunitas Nabi) dengan kelompok lain. Kekerasan itu juga dilakukan antar-sesama muslim; perang saudara yang terjadi pasca-Wafat nyaNabi. Perpecahan umat Islam menjadi dua sekte, Sunni dan Syiah, adalah salah satu residu konflik masa silam yang gaungnya masih terasa hingga abad ke-21,” kata pemantik, Royyan Julian.
Menurutnya, persoalan kekerasan ini juga kerap dikaitkan dengan satu lema dalam kitab suci: jihad. Di kalangan umat Islam tak ada kesamaan opini tentang jihad. Tetapi, yang pasti, dalam kitab suci, jihad fisik seperti perang amat dibatasi. Jihad yang dilegitimasi kitab suci hanya penyerangan defensif, bukan ofensif, sebagaimana yang kerap dilancarkan kelompok-kelompok fundamentalis saat ini.
“Meski bukan sepenuhnya ahimsa seperti Mahatma Gandhi atau Yesus, Nabi kerap menghindari kekerasan, lebih banyak melakukan negosiasi ketimbang agresi,” paparnya.
“Dan tentu saja, pesan damai itu lahir dari spirit monoteisme (tauhid) dimana seorang muslim tidak hanya mengakui bahwa Allah itu esa, tetapi juga diharapkan memiliki kesadaran bahwa kita semua hidup dalam kesatuan kosmis. Menyayangimu berarti menyayangiku dan menyakitimu berarti menyakitiku,” imbuh Mas Royyan sapaan akrabnya.
Terpisah, Ketua PAC. GP. Ansor Tlanakan, Sutan Takdir Alisyabana, menyampaikan, materi sejarah kekerasan yang disampaikan oleh pemantik, Mas Royyan, dengan pengkayaan bahasa sastra, hendaknya difahami dalam kontek pengkajian, Diskusi dan pendalaman khazanah keilmuan sejarah, tidak untuk dalam kontek penghambaan.
