NAWABINTANG.COM/PAMEKASAN – Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PR.NU) bersama Ansor, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPNU-IPPNU) Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan menggelar acara pelantikan pengurus secara serentak dan disisi dengan pengajian umum. Jumat (2/4/2021).
Pelantikan pengurus secara serentak tersebut dihadiri oleh pengurus Pimpinan Cabang NU Pamekasan, IPNU dan IPPNU Pamekaaan. Selain itu, tampak hadir Pengurus MWC NU Tlanakan, Pengurus PAC Tlanakan beserta jajaran PR GP Ansor se-Kecamatan Tlanakan dan segenap IPNU-IPPNU se-Kecamatan Tlanakan.
Ketua Panitia, K. Ali Muhdhor mengatakan, ucapan rasa bangga atas kehadiran orang terpandang di Desa Ambat (Kepala Desa Ambat) dan kehadiran beliau bukan hanya sebagai Kades Ambat. Akan tetapi, beliau hadir karena ingin menjadi bagian dari anggota NU Desa Ambat.
“Bapak Kades Ambat yang sudi hadir pada acara pelantikan malam ini dengan penampilan yang luar biasa. Karena beliau menggunakn serangam NU dan beliau ingin menjadi anggota NU Ambat,” kata K. Ali Muhdhor dalam sambutannya.
Prosesi pelantikan diawali dari Pengurus PR NU Ambat oleh perwakilan PC. NU Pamekasan (K. Aabdul Bari), dilanjutkan prosesi pelantikan pengurus PR. GP. Ansor dan IPNU-IPPNU Ambat oleh Ketua Kaderisasi PAC GP Ansor Tlanakan, sahabat Qomaruz zaman.
Terlepas dari prosesi pelantikan, acara tersebut langsung dilanjutkan dengan pengajian umum yang disampaikan oleh KH. Imam Sutaji, selaku Ketua LDNU Sumemep dan Instruktur PKPNU Jawa Timur.
KH. Imam Sutaji mengatakan, adanya sejarah di Indonesia akan membantu kader-kader NU, agar bisa faham tentang (mengapa kita harus ber-NU). Dalam buku sejarah pada tahun 1912, dulu sudah berdiri organisasi yang disebut Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Dahlan. Waktu itu, indonesia belum merdeka, sehingga hasil kekayaan alam Indonesia masih diambil secara paksa.
“Jadi sebelum indonesia merdeka sudah berdiri organisasi yang bernama Muhammadiyah pada tahun 1912 sampai 1918 dan berdiri kelompok siakusi yang tidak bernama kelompok siakusi tersebut banyak anggotanya, diantaranya yaitu KH.Wahab Hasbullah, KH. Hasyim As’ari, Soekarno, Cokro Aminoto dan tokoh-tokoh lainnya,” kata KH. Imam Sutaji, dalam ceramahnya.
Didalamnya, kata KH. Imam Sutaji, membahas dua pembahasan, yaitu bagaimana indonesia ketika sudah merdeka dan bagaimana keberlangsungan ajaran Islam (Ahlusunnah Waljamaah). Di Tahun 1918, organisasi ini belum diberi nama, baru kemudian pada tahun 1919, kelompok diskusi ini diberi nama oleh KH. Wahab Hasbullah dengan sebutan Taswirul Askar.
“Di Tahun 1919, berdirinya Taswirul Askar menjadi cikal-bakal berdirinya Nahdlatul Ulama dan Tasqirul Askar mendirikan sekolah madrasah, dimana anak-anak diajarkan tentang agama islam yang benar dan juga tentang negara yang benar,” paparnya.
“Di Tahun 1920 sudah ada gerakan-gerakan yang tidak bagus dan menimbulkan konflik saudara dan sebangsa yang diakibatkan perbedaan agama, bahkan Ulama dan para Kiyai dihina serta dicaci,” imbuhnya.
Lebih jauh, KH. Imam menuturkan, akibat perbedaan agama yang sangat keterlaluan ini, maka, ada sekitar 60 Kiai dari berbagai daerah sowan kepada Hadratus Syaih Kholil di Bangkalan, untuk meminta petunjuk dalam menghadapi keadaan ini.
“Syaikh Khona Kholil memberikan bacaan ayat Al-Qur’an yang disampaikannya melewati santrinya untuk disampaikan kepada 60 Kiai tersebut,” tutur KH. Imam.
KH. Imam menjelaskan, di tahun 1920-1923, pendiri Muhammadiyah (KH. Dahlan) meninggal dunia. Muhammadiyah yang awalnya menjadi icon Indonesia yang mewakili aspirasi umat islam dan dibuktikannya dalam sejarah, bahwa Muhammadiyah diwaktu itu mulai terpengaruh terhadap islam pembaharuan yakni islam pembaharuan yang diketuai oleh KH. Miskin
“KH. Miskin berada di Minang Kabau, yang taunya hanya membit’ah-kan para kiai yang ada di pesantren, sehingga para ulama Nusantara sudah mulai khawatir. Karena keadaanya yang semakin memburuk menyebabkan indonesia harus ditata kembali pada tahun 1923,” ungkapnya.
“Pada tahun 1924 awal Syaikhona Kholil Bangkalan memanggil KH. As’at yang pada waktu itu menjadi santrinya untuk memberikan tongkat kepada KH. Hasyim As’ari dan seketika KH. Hasyim As’ari menerima pemberian dari Syaikhona Kholil Bangkalan, beliau mulai yakin bahwa beliau sudah direstui oleh gurunya untuk membentuk suatu perkumpulan jam’iyah nahdlatul ulama di tahun 1924 akhir,” pungkasnya.
