Atikel

Ikhwal Omba’ Chelleng
(Tamu Misterius Setahun Menjelang Wafatnya KH. Djufri Marzuqi)
Oleh: Ahmad Wiyono*

Sejarah mencatat bahwa KH. Djufri Marzuqi wafat dalam perjalanan ke rumah sakit di Bangkalan usai dianiaya oleh Sarpin yang merupakan suruhan PKI (28 Juli 1965).

Kabar wafatnya beliau langsung tersiar luas dan meninggalkan duka mendalam kepada segenap lapisan masyarakat khususnya di Madura, apalagi penyebab wafatya beliau karena dianiaya oleh sesorang yang diketahui sebagai antek PKI.

KH. Abrari Cholil (pengasuh Pondok Pesantren Assyahidul Kabir) Sumber Batu mengisahkan, setahun sebelum Kiyai Djufri wafat, pada suatu malam beliau kedatangan dua orang tamu ghaib (misterius), dua orang itu terdiri dari seorang pemuda dan seorang yang sudah sepuh.

Saat tamu itu tiba di kediaman kiyai Djufri, beliau sedang ditemani oleh Kiyai Baihaqi bin Kiyai Minhaji yang kemudian lebih dikenal KH. Cholil Minhaji (abah dari KH. Abrari Cholil) serta H. Alwi Salim Trasak. Tamu yang muda langsung menyampaikan perihal kepada Kiyai Djufri bahwa pemuda tersebut hendak membicarakan hal penting dan empat mata. Akhirnya kiyai Djufri bersama sang pemuda tersebut masuk ke sebuah kamar selama kurang lebih satu jam.

Selama kurag lebih satu jam tersebut, Kiyai Cholil dan H. Alwi Salim mulai merasakan kegelisahan, karena satu jam diarasa sangat lama dan cukup mengkhawatirkan, khawatir jika ternyata kiyai Djufri disakiti atau dianiaya oleh pemuda tersebut. Dalam pada itu H. Alwi Salim berbisik kepada Kiyai Cholil bahwa jika ternyata pemuda itu melakukan hal hal yang tidak diinginkan, maka orang sepuh yang merupakan teman sang pemuda tadi akan dicekek oleh H. Alwi Salim.

Namun dalam suasana tegang tersebut, kiyai Djufri bersama pemuda tersebut keluar dari kamar. Berdasar kisah H. Salim yang dikisahkan langsung kepada Kiyai Abrari Cholil, wajah kiyai Djufri dan sang Pmeuda misterius itu saat keluar dari kamar seperti wajah yang baru saja menagis, tanpak kelihatan sekali.

Akhirnya tamu itu langsung pamit untuk pulang dan tidak berkenan untuk bermalam di tempat kiyai Djufri, meskipun waktu saat itu sudah larut malam. Dan dua tamu ghaib itu pun pergi meninggalkan dhlaem kiyai Djufri. Dikonfirmasi kepada para tetangga, tidak ada satu orang pun yang tahu dari mana dua tamu itu datang (masuk ke Pesantren) dank e arah mana tamu itu pergi.

Sesaat setelah tamu misterius itu pulang, H. Alwi Salim bertanya kepada kiyai Djufri perihal apa yang dilakukan pemuda tersebut. Kiyai Djufri menjelaskan bahwa sesampinya di kamar pemuda itu langsung melaksnakan Shalat (shalat Sunnah), karena itu terjadi sekitar jam 10 malam dan jelas bukan shalat isya’ akhirnya kiyai Djufri juga melaksnakan shalat serupa dan bermakmum kepada pemuda tersebut.

“Setelah itu bagaimana ra?” H. Alwi Salim melanjutkan pertanyaan. Lalu kiyai Djufri menjawab: “setelah melaksanakan shalat, pemuda itu menjilati saya dari kaki hingga ujung rambut, sambil menangis dan sambil berucap bahwa satu tahun lagi akan ada omba’ chelleng dari arah barat ke timur, kemudian setahun dari sekarang juga akan ada rasa duka yang mendalam”. Kata kiyai Djufri kepada Kiyai Cholil dan H. Alwi Salim.

Saat kiyai Djufri bercerita perihal Omba’ Chrlleng dan persitiwa duka mendalam yang akan terjadi setahun yang akan datang tersebut, beliau tersenyum kepada Kiyai Cholil dan H. Alwi. Sehingga ditafsiri bahwa peristiwa wafatanya kiyai Djufri sudah dirasakan dan diketahui sendiri oleh beliau setahun sebelum beliau wafat.

Dan persitiwa kelam itu betul betul terjadi, setahun setelah kedatangan tamu ghaib tersebut, pergerakan Ombe’ Chelleng (komonis) menjadi jadi dan yang menjadi target salah satunya adalah para ulama dan kiyai kiyai NU, hingga kiyai Djufri Marzuqi wafat menjadi salah satu korban PKI melalui tangan Sarpin sebagai antek atau bayaran komunis tersebut.

Meninggalkan Kayu di Tlanakan
Dua tamu misterius yang mendatangi Kiyai Djufri ternyata juga meninggal kayu yang dititip di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tlanakan, dua hari setelah peristiwa itu H. Alwi Salim menjemput kayu tu ke Tlanakan dan menyerahkan kepada kiyai Djufri.

Menurut Kiyai Abrari Cholil kayu kayu itu saat ini ada di dhalem kiyai Abrari, kayu itu terbungkus kain dan di dalamnya terdapat Sembilan kayu. Awalnya beliau menduga kayu yang terbungkus itu barang sejenis pusaka (keris. Dll), namun ternyata bebentuk kayu biasa atau semacam ranting kayu. Namun beliau mengaku tidak kuat untuk membukanya, karena setiap kali membuka beliau langsung jatuh sakit hingga 15 hari.

Kiyai Abrari melanjutkan bahwa berdasar kisah abahnya Kiyai Cholil bahwa kayu kayu yang berjumlah Sembilan itu nanti akan menjadi senjata yang sangat ampuh pada akhir zaman saat umat islam berperang membela agamanya.
Namun demikian, kiyai abrari memberikan tafsir khusus bahwa kayu sembilan itu tidak hanya sekedar berupa beda atau senjata, melainkan ikhbar bahwa yang dimakusd senjata paling ampuh adalah Nahdlatul Ulama yang memliki Bintang Sembilan, dan kelak yang akan menjadi benteng pertahanan terkahir terhadap agama Islam adalah NU, hanya dikinayahkan melalui kayu Sembilan tersebut. Wallahu A’lam Bisshowan


Disarikan dari Sambutan KH. Abrari Khalil saat acara ziarah maqbaroh PCNU Pamekasan di PP. Assyahidul kabir Sumber Batu.
Tulisan ini mungkin masih perlu ditashih khawatir penulis salah menarasikan alur atau data.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TERPOPULER

To Top