Atikel

Di NU. Tidak Bisa, Bukan Berarti Tidak Mampu

Nb:Oleh : Mashuri Toha (Wakil Ketua MA IPNU)_

Sebagai pembaca media sosial, saya heran dengan MWC NU Tlanakan. Heran karena energi organisasinya tidak habis-habis. Kegiatan NU-nya aktif, dinamis di seluruh wilayah kecamatan. Mulai dari acara Ngormat Nusantara, Bahtsul masail, hingga Lailatul ijtimak, mulai dari pertemuan rutin hingga pertemuan silaturrahim. Hebat, saya penasaran; bagaimana caranya, siapa motornya.

Tidak hanya kegiatan di tingkat MWC, tetapi demikian juga dengan kegiatan BANOM-nya. Baik kegiatan terstruktur maupun non struktur. Begitu guyub, senang melihatnya. Kegiatan ke-NU-an yang terstruktur yang sering saya baca, antara lain: Diklatsar Ansor, Diklat CBP IPNU dan kegiatan Makesta. Mereka juga menggelar kegiatan kursus-kursus dan Turba sebagai kegiatan silaturahim dan konsolidasi kader. Ramai sakali, tetapi saya hanya bisa membacanya di Medsos.

Bertambah keheranan saya, ketika PC IPNU-IPPNU dalam kegiatan konferensi beberapa bulan yang lalu, menobatkan PAC Tlanakan sebagai PAC terbaik. Wah, hebat. Hebat karena hampir semua organisasi sosial saat ini mengalami disfungsi energi, terjadi penurunan mobilitas organisasi, akibat potensi privatisasi dan sikap individualisme. Cenderung ke mobilitas individual, motif kemandirian usaha meningkat. Tak ayal, dulu yang jadi karyawan, kini jadi juragan. Dulu santri, kini mendirikan lembaga yang lebih besar dari pada milik gurunya.

Menurut hasil olah informasi, saya mendapatkan jawaban dari rasa penasaran saya itu, mengorek dari beberapa sumber. Setidaknya ada tiga faktor temuan; pertama, faktor sikap moderasi kepemimpinan. Ada sikap saling dukung, sejuk, juk serujuk, mengayomi dan saling menguatkan. Saling berbagi peran dan tugas dalam membesarkan organisasi. Warga NU menyambutnya dengan riang gembira. Faktor ini bisa disebut sebagai modal sosial.

Kedua, faktor dana yang bergulir. Berdirinya BMT NU di MWC Tlanakan, telah memberi energi tersendiri pada semangat organisasi. Ada dana sharing dari BMT yang men-support berbagai kegiatan. MWC sudah bisa mandiri atau setidaknya sudah tidak minta-minta lagi pada pengurus dan warga. Faktor ini dapat disebut sebagai modal finansial. Tampaknya ada economic trakcle down, mereka yang terlibat dalam penentu kebijakan di MWC tentu tidak hanya akan berhenti di BMT itu, mereka memiliki potensi untuk membuka swalayan. Dan ke depan, bonus demografi di pesisir pantai wilayah Tlanakan berpeluang untuk dikembangkan ke arah produksi potensi hasil laut. ini PR-nya.

Ketiga, generasi muda diberi panggung. Kesadaran akan perkembangan zaman yang disruptif dan serba cepat, para sesepuh memberikan ruang yang luas dan kesempatan terbuka pada para generasi muda untuk berkreasi menorehkan prestasi. Dimediasi dan difasilitasi. Generasi mudanya yang masih gayeng butuh panggung, sarana dan prasarana kini mendapatkan momentum. Dan diapresiasi. Sepertinya mereka mengerti makna filosofis dari ‘tali jagad’ pada lambang NU. Kompak.

Itulah, di NU, bukan tidak bisa, dan bukan pula tidak mampu. Kemungkinan besar karena tidak mau. Di Tlanakan ini; kebetulan “mau sama mau.” Apa yang diproyeksikan oleh PBNU untuk penguatan SDM, melalui pendidikan dan khususnya pendidikan tinggi, telah menuai hasilnya, sudah lahir banyak orang hebat di berbagai bidang. Tapi, deretan orang hebat itu belum hebat di NU. Tlanakan mampu meng-hebat-kan. Ketua IPNU Cabang terpilih saat konferensi dari kader Tlanakan lagi. Dua periode berturut-turut dari Tlanakan. Yang lain bukan tidak bisa, tetapi belum dapat kesempatan.

NU melalui lajnah ta’lif wan nasyr bisa menerbitkan majalah khusus nahdhiyyin Pamekasan, serahkan saja proses produksinya pada kader muda NU di IPNU-IPPNU dan Ansor-Fatayat. Sudah banyak intelektual NU di Pamekasan, hebat-hebat, tinggal kelola, yang tidak hanya jago dari segi intelektual, tetapi finansial juga. Penerbitan majalah tidak akan kekurangan berita. Yakin bisa, walaupun dikelola secara private oleh CV milik kader NU, tetapi ada komitmen dana sharing ke organisasi.

NU juga bisa tampil dalam pengembangan ekonomi. NU melalui lembaga ekonomi bisa berkoneksi dengan Bazar UMKM, setiap MWC diwajibkan mendelegasikan produk unggulannya untuk dipasarkan di stan Bazar milik NU. Bazar yang difasilitasi oleh pemerintah ataupun swasta. Lumayan, kegiatan itu bisa menjadi inkubasi lahirnya wirausahawan baru yang terus diproduksi oleh NU. Banyak sektor lain yang bisa scale up. Tinggal mengelola kemauan.

Di NU, tidak bisa, bukan berarti tidak mampu. Apa yang terjadi di Tlanakan, mungkin saja juga terjadi di MWC NU yang lain, atau bahkan lebih dari itu, hanya mungkin tidak diunggah di Medsos. Tulisan ini bukan keberpihakan, ini hanya memotret fenomena di MWC NU Tlanakan. Karena yang lain bukan tidak bisa, tetapi mungkin belum mau. Tapi ayolah… NU itu nahdhoh artinya bangkit. Ayo.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TERPOPULER

To Top